Semua orang ingin
bahagia, tidak seorangpun tak ingin bahagia. Seorang murid, ingin lulus
untuk membahagiakan kedua orangtuanya. Seorang mukmin, beribadah siang
dan malam untuk mencapai kebahagiaan. Bahkan tukang sopir angkot
sekalipun, menyopir angkot untuk sebuah kebahagiaan.
Hidup
bahagia adalah cita-cita tertinggi manusia, baik yang beriman kepada
Allah, maupun yang tidak. Apabila kebahagiaan terletak pada kepuasan
bathin, maka mereka siap untuk melakukan apapun itu untuk menggapainya.
Apabila kebahagiaan terletak pada tingginya pangkat atau jabatan, maka
dia akan berjuang keras untuk menggapainya.
Salahkah itu semua? salahkan kita menafsirkan arti daripada sebuah kebahagiaan?
Kebahagiaan yang Hakiki dengan Aqidah
Menurut
Imam al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia
berhasil mencapai ma'rifatullah, telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya,
al-Ghazali menyatakan:
Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita rasakan nikmat, kesenangan dan kelezatannya maka rasa itu ialah menurut perasaan masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dan tubuh manusia.
Ada
pun kelezatan hati ialah ma'rifat kepada Allah, karena hati dijadikan
tidak lain untuk mengingat Tuhan.Seorang rakyat kecil akan bahagia
apabila dia kenalan oleh seorang bupati, apalagi dengan seorang menteri,
dan apalagi kalau kenalan dengan seorang presiden. Maka kenalan dengan
Allah-lah, adalah kebahagiaan tertinggi. Dan oleh sebab itu, tidak ada
ma'rifat yang lebih lezat daripada berkenalan sama Rabbul Izzati, yang
merupakan Marifatullah.
Orang
yang beriman, mewujudkan keimanannya itu dalam amal. Merekalah apabila
menerima cobaan dari Allah swt, memiliki hati yang bahagia, karena
mereka yakin, ketika menerima cobaan, maka ketika itulah Allah tengah
mengajarkan sebuah hikmah kepadanya agar bisa mengarifi kehidupan dengan
lebih baik.
Merekalah
bahagia apabila dalam setiap kesempatan dalam hidupannya selalu dalam
kebaikan., dengan selalu bersabar. Bukankah sabar itu merupakan
kebaikan? Dan bukankah bersyukur itu merupakan kebahagiaan? Diantara sabar dan syukur ini orang-orang yang beriman berlabuh dengan bahtera iman dalam mengarungi lautan hidup.
Rasulullah
Shalallah ‘Alahi Wasallam bersabda: "Dan tidaklah seseorang di berikan
satu pemberian lebih baik dan lebih luas dari pada kesabaran”.
INTI RESEP HIDUP BAHAGIA ADALAH BERIMAN DENGAN BENAR
Allah berfirman:
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(An Nahl: 97)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di rohimahullah berkata:
“Sebabnya
sudah jelas, karena orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan iman yang benar yang dapat membuahkan amal shalih dan dapat
memperbaiki kondisi hati, moral (tingkah lakunya), atau urusan keduniaan
dan akhiratnya, berarti dia sudah mem-punyai pondasi dan dasar yang kuat untuk menghadapi segala kemungkinan.
Kemungkinan baik yang mendatangkan kebahagiaan dan kesenangan atau
kemungkinan buruk yang dapat mendatangkan kegoncangan, kesumpekan dan
kesedihan.”
“Sungguh
luar biasa urusan seorang mu’min itu. Sesungguh-nya setiap urusannya
(akan mendatangkan) kebaikan. Bila dia mendapatkan kesenangan, dia
bersyukur dan (syukur) itu adalah kebaikan untuknya. Bila dia
mendapatkan musibah, dia bersabar dan (sabar) itu adalah kebaikan
untuknya. Hal itu tidak (diberikan) untuk siapa pun kecuali untuk
seorang mu’min.”
(Hadits Riwayat Muslim no 5318)
Barakallah... Walhamdulillah.... Kita semua dalam keadaan memperbaiki hati Dan akhlak...salam ukhuwah islamiyah Dari Semarang...
BalasHapusGambar kartunnya bagus bgt izin copy ya.... Trims. Jazakallahu khoiron.
BalasHapus