Salah satu tujuan diutusnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 2/381. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih)
Islam adalah agama yang mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh
karena itu, banyak dalil al Quran dan as Sunnah yang memerintahkan kita
untuk memiliki akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang tercela.
Demikian pula banyak dalil yang menunjukkan pujian bagi pemilik akhlak
baik dan celaan bagi pemilik akhlak yang buruk. Salah satu akhlak buruk
yang harus dihindari oleh setiap muslim adalah sikap sombong.
Sikap sombong adalah memandang dirinya berada di atas kebenaran dan
merasa lebih di atas orang lain. Orang yang sombong merasa dirinya
sempurna dan memandang dirinya berada di atas orang lain. (Bahjatun Nadzirin, I/664, Syaikh Salim al Hilali, cet. Daar Ibnu Jauzi)
Islam Melarang dan Mencela Sikap Sombong
Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ {18}
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
“Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. An Nahl: 23)
Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).
Dosa Pertama Iblis
Sebagian salaf menjelaskan bahwa dosa pertama kali yang muncul kepada Allah adalah kesombongan. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لأَدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الكَافِرِينَ {34}
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur (sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir“ (QS. Al Baqarah:34)
Qotadah berkata tentang ayat ini, “Iblis hasad kepada Adam ‘alaihis salaam
dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada Adam. Iblis mengatakan,
“Saya diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah”.
Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi . Iblis sombong dengan
tidak mau sujud kepada Adam” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/114, cet al
Maktabah at Tauqifiyah)
Hakekat Kesombongan
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ
كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ
الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً
قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ
وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi larangan
dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan
mereka, serta menolak kebenaran” (Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi,
II/163, cet. Daar Ibnu Haitsam)
Sombong Terhadap al Haq (Kebenaran)
Sombong terhadap al haq adalah sombong terhadap kebenaran,
yakni dengan tidak menerimanya. Setiap orang yang menolak kebenaran maka
dia telah sombong disebabkan penolakannya tersebut. Oleh karena itu
wajib bagi setiap hamba untuk menerima kebenaran yang ada dalam
Kitabullah dan ajaran para rasul ‘alaihimus salaam.
Orang yang sombong terhadap ajaran rasul secara keseluruhan maka dia
telah kafir dan akan kekal di neraka. Ketika datang kebenaran yang
dibawa oleh rasul dan dikuatkan dengan ayat dan burhan, dia bersikap
sombong dan hatinya menentang sehingga dia menolak kebenaran tersebut.
Hal ini seperti yang Allah terangkan dalam firman-Nya,
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ
فِي ءَايَاتِ اللهِ بِغَيْرِ سًلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِن فِي صُدُورِهِمْ
إِلاَّ كِبْرٌ مَّاهُم بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ
السَّمِيعُ الْبَصِيرُ {56}
“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan
tentang ayat-ayat Allah tanpa lasan yang sampai pada mereka tidak ada
dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kesombongan yang
mereka sekali-klai tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan
kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mnedengar lagi Maha Melihat” (QS. Ghafir:56)
Adapun orang yang sombong dengan menolak sebagian al haq
yang tidak sesuai dengan hawa nafsu dan akalnya –tidak termasuk
kekafiran- maka dia berhak mendapat hukuman (adzab) karena sifat
sombongnya tersebut.
Maka wajib bagi para penuntut ilmu untuk memiliki tekad yang kuat mendahulukan perkataan Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam
di atas perkataan siapa pun. Karena pokok kebenaran adalah kembali
kepadanya dan pondasi kebenaran dibangun di atasnya, yakni dengan
petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Kita berusaha untuk mengetahui maksudnya, dan mengikutinya secara lahir dan batin. (Lihat Bahjatu Qulubil Abrar, hal 194-195, Syaikh Nashir as Sa’di, cet Daarul Kutub ‘Ilmiyah)
Sikap seorang muslim terhadap setiap kebenaran adalah menerimanya secara penuh sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ
وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ
الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ
ضَلاَلاً مُّبِينًا {36}
“Dan tidaklah patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin perempuan,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab: 36)
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ
حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي
أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {65}
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya” (QS. An Nisaa’: 65)
Sombong Terhadap Makhluk
Bentuk kesombongan yang kedua adalah sombong terhadap makhluk, yakni
dengan meremehkan dan merendahkannya. Hal ini muncul karena seseorang
bangga dengan dirinya sendiri dan menganggap dirinya lebih mulia dari
orang lain. Kebanggaaan terhadap diri sendiri membawanya sombong
terhadap orang lain, meremehkan dan menghina mereka, serta merendahkan
mereka baik dengan perbuatan maupun perkataan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
“Cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim” (H.R. Muslim 2564). (Bahjatu Qulubill Abrar, hal 195)
Di antara bentuk kesombongan terhadap manusia di antaranya adalah
sombong dengan pangkat dan kedudukannya, sombong dengan harta, sombong
dengan kekuatan dan kesehatan, sombong dengan ilmu dan kecerdasan,
sombong dengan bentuk tubuh, dan kelebihan-kelebihan lainnya. Dia merasa
lebih dibandingkan orang lain dengan kelebihan-kelebihan tersebut.
Padahal kalau kita renungkan, siapa yang memberikan harta, kecerdasan,
pangkat, kesehatan, bentuk tubuh yang indah? Semua murni hanyalah nikmat
dari Allah Ta’ala. Jika Allah berkehendak, sangat mudah bagi
Allah untuk mencabut kelebihan-kelebihan tersebut. Pada hakekatnya
manusia tidak memiliki apa-apa, lantas mengapa dia harus sombong
terhadap orang lain? Wallahul musta’an.
Hukuman Pelaku Sombong di Dunia
Dalam sebuah hadist yang shahih dikisahkan sebagai berikut ,
أَنَّ رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشِمَالِهِ فَقَالَ « كُلْ
بِيَمِينِكَ ». قَالَ لاَ أَسْتَطِيعُ قَالَ « لاَ اسْتَطَعْتَ ». مَا
مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبْرُ. قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ.
“Ada seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang tersebut malah menjawab, “Aku tidak bisa.” Beliau bersabda, “Apakah kamu tidak bisa?” -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya” (H.R. Muslim no. 3766).
Orang tersebut mendapat hukum di dunia disebabkan perbuatannya menolak perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dia dihukum karena kesombongannya. Akhirnya dia tidak bisa mengangkat
tangan kanannya disebabkan sikap sombongnya terhadap perintah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah di antara bentuk hukuman di dunia bagi orang yang sombong.
Mengganti Sikap Sombong dengan Tawadhu’
Kebalikan dari sikap sombong adalah sikap tawadhu’ (rendah hati).
Sikap inilah yang merupakan sikap terpuji, yang merupakan salah satu
sifat ‘ibaadur Rahman yang Allah terangkan dalam firman-Nya,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)
Diriwayatkan dari Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim no. 2865).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ
مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ
أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ.
“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang
memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaan untuknya. Dan tidak ada orang yang tawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)
Sikap tawadhu’ inilah yang akan mengangkat derajat seorang hamba, sebagaimana Allah berfirman,
دَرَجَاتٍ الْعِلْمَ أُوتُوا وَالَّذِينَ مِنكُمْ آمَنُوا الَّذِينَ اللَّهُ يَرْفَعِ
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat “ (QS. Al Mujadilah: 11).
Termasuk buah dari lmu yang paling agung adalah sikap tawadhu’.
Tawadhu’ adalah ketundukan secara total terhadap kebenaran, dan tunduk
terhadap perintah Allah dan rasul-Nya dengan melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan disertai sikap tawdahu’ terhadap manusia dengan
bersikap merenadahkan hati, memperhatikan mereka baik yang tua maupun
muda, dan memuliakan mereka. Kebalikannya adalah sikap sombong yaitu
menolak kebenaran dan rendahkan manusia. (Bahjatu Qulubil Abrar, hal 110)
Tidak Termasuk Kesombongan
Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
menceritakan bahwa orang yang memiliki sikap sombong tidak akan masuk
surga, ada sahabat yang bertanya tentang orang yang suka memakai pakaian
dan sandal yang bagus. Dia khawatir hal itu termasuk kesombongan yang
diancam dalam hadits. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
menerangkan bahwasanya hal itu tidak termasuk kesombongan selama orang
tersebut tunduk kepada kebenaran dan bersikap tawadhu’ kepada manusia.
Bahkan hal itu termasuk bentuk keindahan yang dicintai oleh Allah,
karena sesungguhnya Allah Maha Indah dalam dzat-Nya, nama-nama dan
sifat-sifat-Nya, serta perbuatan-Nya. Allah mencintai keindahan lahir
dan batin.( Bahjatu Qulubil Abrar , hal 195)
Kesombongan yang Paling Buruk
Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata, “Kesombongan yang paling buruk adalah orang yang menyombongkan diri di hadapan manusia dengan ilmunya,
merasa dirinya besar dengan kemuliaan yang dia miliki. Bagi orang
tersebut tidak bermanfaat ilmunya untuk dirinya. Barangsiapa yang
menuntut ilmu demi akhirat maka ilmunya itu akan menimbulkan hati yang
khusyuk serta jiwa yang tenang. Dia akan terus mengawasi dirinya dan
tidak bosan untuk terus memperhatikannya, bahkan setiap saat dia selalu
introspeksi dan meluruskannya. Apabila dia lalai dari hal itu, dia akan
menyimpang dari jalan yang lurus dan akan binasa. Barangsiapa yang
menuntut ilmu untuk membanggakan diri dan meraih kedudukan, memandang
remeh kaum muslimin yang lainnya serta membodoh-bodohi dan merendahkan
mereka, maka hal ini merupakan kesombongan yang paling besar. Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar dzarrah (biji sawi). Laa haula wa laa quwwata illaa billah.” (Al Kabaa’ir ma’a Syarh li Ibni al ‘Utsaimin hal. 75-76, cet. Daarul Kutub ‘Ilmiyah.)
Pembaca yang dirahmati oleh Allah, semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari sikap sombong. Hanya kepada Allah lah kita memohon. Wa shalallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.
Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki
Muroja’ah: M. A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar